Kamis, 10 Desember 2015

TERLAHIR UNTUK SURGA



Nama kecil nan indah di sematkan padaku kala itu,, mulai ku sadari itu mempunyai arti yang indah untuk ibuku. Elena,, ibu seraya memanggilku dari kejauhan, dengan perasaan bangga aku menoleh padanya,, sesosok tinggi kurus dan rambut panjang yang jelas kulihat, melaimbaikan tangnya tanpa salah. “Ibu”,  kata itu yang terucap untuk pertama kali. Senang, kagum, bangga itu yang ada dalam pikiranku. Tapi semua itu tidak nyata,, aku sendiri tanpanya di dunia ini. Mimpi penghubung kami, tatkala aku mulai berpikir kenapa dan mengapa aku di tinggalnya sendiri, tak terasa menetes sebutir helai lembut air mata di pipiku.
Keluarga bahagia mungkin impian untuk setiap orang tak terlupakan aku. Memimpikan keluaraga yang mendampingiku, menyanjungku penung canda adalah harapan indah untuk setiap anak yang teralahir di dunia surga ini. Keluarga, aku punya mereka, meski tanpa orang tua yang sepenuhnya. Ayah adalah sosok sekaligus ibuku dalam hidup ini, dia ajarakan bagaimana caraku bicara, makan, berjalan, sekolah, dan masih banyak lagi. Mungkin bagi mereka di sana aku tak seberuntung mereka, itu dalam renunganku, tapi mereka salah aku orang yang paling beruntung dalam dunia genggaman Tuhan ini.
Aku memiliki segalanya, tak ada yang kurang dariku, kata itu yang sering ku ucap di depan kaca kamar tudurku, tapi bayangan itu terlintas lagi, kamu tak sempurna tanpaku. Ku coba tepis kembali, Aku sempurna meski tanpamu,, aku miliki ayah, aku miliki, kakek, nenek, adik, dan tante, paman, rumah, mobil, motor, segalanya yang tidak kau tahu, termasuk ibu, meski bukan ibu kandungku, ku teteskan air mata pada bayanganku sendiri. Sepereti tertekan kujalani hidup ini, tapi ini tetap indah padaku.
Mereka  menyayangiku lebih dari mereka menyayangi dirinya, Aku tersadar,seorang  orang tua , berbadan besar, dan rambut putihnya duduk di sampingku, kamu adalah anunggrah dalam keluarga ini, tak ada yang bisa pungkiri itu, kakek berkata padaku dengan lembut. Aku termenung, aku sadar kakek ingin yang terbaik untukku. Aku memeluknya erat, aku ingin melihatnya kek, aku ingin menyentuhnya, memeluk eratnya, walau hanya utuk sekali seumur hidupku. Dia akan datang saat nanti, kau akan tahu semua alsan itu, semuanya Elena semua tanpa terkecuali. Ku peluk dengan lebih erat badan besar itu dengan rintihan air mata di pipiku. Cengeng kakek berkata padaku, ayahmu, nenekmu, ibumu, saudaramu, menyangimu tak ada yang pernah menyakitimu, jadi jangan pernah sakiti dirimu dengan hal konyol ini lagi. Aku mengangguk polos, yah kakek benar, tapi kata hatiku tidak salah.
Aku wanita, aku perlu tahu dia, Ibuku yang sebenarnya, ku beranjak dewasa memasuki bangku perkuliahan, bertemu aku dengan teman berbagai macam sifat. Kutemukan satu orang yang yah memang di katakan orang yang bisa mendukungku dalam pendidikanku, Elisa, nama kami sama sama walan vokal E. Tak sengaja ku jatuhkan dompetnya kala aku dengannya makan bersama di sebuah resto, Maaf El, tanyaku pada Elisa. Udah gak apa kok kata nya. Ku lihat foto keluarga yang tertawa sumbringah di dalam dompetnya, dengan ragu aku tanya,, itu foto keluaraga ya, ehhhm bagus banget El kataku. Ya itu foto kelaurgaku, ayah ibu, dan adikku.
Tak mau menunujukan wajah cantik yang terlinang air mata, ku ajak dia bercengkrama masalah kampus, tapi entah angin darimana yang membisik di telinganya sepontan dia mengajakku berlibur ke tempat keluarganya tinggal. Perasaan tak enak menolak, ku terima ajakan itu. Tet, tet, tet, tet, sampai aku di rumah orangtunya, senyum hangat memelukku dan elisa.  Malam terlewati dan aku mulai rutinitas pagi hari, Sembaring itu aku berjalan jalan pagi untuk mencari udara segar. Ku kabari keluargaku bahwa aku dirumahnya Elisa. Ayah berkata jaga dirimu.
Ku lihat sesosok perempuan dengan santai bernyanyi dengan seorang anak kecil di pangkuannya di bawah pohon Enu. Bahagia sekali, tapi sesekali ku lihat di dahinya ada kerutan, terpikir jelas olehku, bahwa dia sedang memikirkan sesuatu yang serius degan wajah yang bahagia. Aku tahu itu semua karena aku kuliah di bidang Psychology, alias kejiwaan. Perempuan itu ingin memberikan kesan tenang pada anak di pangkuannya, agar anak itu bisa bersandar di bahunya. Itu yang ku tangkap dari celah kerutan dahi wanita dengan umur 40 tahun itu.
 Elisa mengagetkanku, Elena itu tantenku, dia menikah dengan pamanku, cantikan dia, ohya nanti malam ku undang dia makan malam dengan kita di rumah. Kriiiitt,, malam tiba saatnya makan malam kata Elisa. Kami bersorak, dengan perlahan wanita itu menuju ke meja makan, Elisa siapa ini tanyanya, oh ya tante Sekar, ini Elena teman kampusku, cantikkan. Wanita itu terdiam, ya cantik, cantik sekali. Air matanya menetes. Ku tanya kenapa tante, jawabnya tidak apa apa. Sesosok anak yang kulihat tadi erat memanggilnya dengan nama Bunda, sembarng ingin di suapkan makanan.
            Jelas kudengar ketukan pintu itu, kubuka perlahan, Tante, kenapa, kok malam malam ke sini, ingin ketemu Elisa, tanyaku, tidak aku ingin bicara padamu. Langsung di ucapkan kata, “maaf ya sayang”, dengan pelukan erat yang ku rindu selama ini, tante kenapa, tanyaku walau kunikmati pelukan itu. Aku memang tak pantas jadi orang bisa menjagamu, aku tak pantas, terngiang dalam tagisku, Ibu,. Ya Aku sekar, aku ibumu sayang, ku lepas pelukan itu ku tutup pintu itu sembaring tak hentinya ku menangis. Kau bukan ibuku, ibuku sudah lama mati, dia tak ada di sini lagi. Maafkan ibu sayang, ibu salah telah menelantarkanmu, tapi ibu tak ada maksud sayang, ibu menyayangingi mu sangat, maafkan ibu, tak sanggup ku dengar itu semua, ku buka pintuku, dia menangis dan ku peluk erat dia selah tak  ada pelukan yang pernah ku beri pada orang lain.
Semua akan indah jika memang pada saatnya. Tuhan yang menagtur takdir, dan kita yang berusaha menjalaninya, ku terlahir di dunia ini, untuk tahu apa itu surga, terlahir untu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar